Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility

Pengumuman

PEMBIAYAAN KONSTRUKSI BANGUNAN NEGARA DARI
PERSEPSI KUASA BENDAHARA UMUM NEGARA

oleh

Ersya Roy K Usman

Pembina Teknis Perbendaharaan Negara

pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Marisa

artikel 

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam siklus pelaksanaan nya akan selalu bersinggungan dengan transaksi perikatan/pengadaan dengan pihak penyedia barang dan jasa, yang familiar disebut dengan Pihak Ketiga. Bentuk perikatan dengan berbagai jenisnya ini kemudian dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar : Sekaligus dan Bertahap/Termin. Salah satu jenis perikatan yang dipastikan menggunakan mekanisme bertahap adalah kontrak konstruksi, yakni perikatan untuk pengadaan gedung, bangunan atau aset negara lain yang membutuhkan proses konstruksi, termasuk di dalamnya proses untuk renovasi. Kontrak konstruksi ini seringkali diabaikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) selaku pejabat perbendaharaan yang berwenang dalam perikatan dalam hal tahapan pembayaran yang dilakukan melalui APBN.

JENIS KONTRAK KONSTRUKSI

Secara umum, pengadaan Gedung, bangunan dan aset lain yang membutuhkan proses konstruksi, terbagi atas 3 proses dengan masing-masing jenis kontrak konstruksi nya yakni Perencanaan Teknis, Pengadaan Fisik Konstruksi, dan Tahapan Pengawasan.

PERENCANAAN TEKNIS

Perencanaan Teknis ini merupakan proses awal dalam pengadaan konstruksi fisik. Tahapan ini memegang peranan penting dari sisi dapat atau tidak dapat dilakukannya pembangunan fisik dari suatu aset konstruksi. Tahapan perencanaan ini memiliki output berupa dokumen perencanaan, yang nanti akan dijadikan sebagai pedoman pembangunan konstruksi fisik suatu bangunan negara. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMEN-PUPR) nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Gedung Negara, tahapan paling umum dari Kontrak Perencanaan ini adalah : Konsepsi Perancangan (10%) , Pra Rancangan (20%) , Pengembangan rancangan (25%), Rancangan Detail (25%) , Pelelangan Penyedia Jasa Pelaksanaan Konstruksi (5%) , dan Pengawasan Berkala (15%) .

PELAKSANAAN FISIK KONSTRUKSI

Proses ini merupakan  inti dari pengadaan konstruksi suatu aset negara, dimana pembangunan fisik dilaksanakan sesuai rancangan yang tercantum pada dokumen perencanaan. Pada kontrak perencanaan, tahapan terakhir akan dilakukan pembayarannya ketika fisik konstruksi telah selesai dan diserahterimakan kepada PPK. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa rancangan bangunan pada kontrak perencanaan dapat dibangun hingga selesai oleh penyedia jasa pembangunan fisik gedung/bangunan.

Perikatan Pembangunan Fisik Gedung/bangunan ini sesuai PERMEN-PU nomor 22/PRT/M/2018 memiliki berbagai macam tahapan, namun yang perlu di highlight adalah tahapan terakhir berupa retensi (pemeliharaan) pada . Tahapan retensi memiliki nilai 5% dari nilai yang akan dibayarkan ketika masa pemeliharaan konstruksi selesai, untuk menjamin bahwa konstruksi telah dibangun dan berfungsi normal, serta memiliki ketahanan yang memadai nantinya.

PENGAWASAN TEKNIS

Pada proses pengawasan, output yang diharapkan adalah berita acara pengawasan atas tahapan pembangunan fisik konstruksi. Sesuai PERMEN-PU, Kontrak pengawasan konstruksi terdiri atas Pengawasan Konstruksi sampai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) atau Provisi0nal Hand Over (PHO), dan Pengawasan Konstruksi Tahap Pemeliharaan selesai / Final Hand Over (FHO).

OUTPUT TAHAPAN KONSTRUKSI VS TAGIHAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR (SPM)

Prinsip pembayaran atas tahapan konstruksi ini adalah paling banyak (maksimal) sebesar output tahapan yang akan ditagihkan. Hal ini sejalan dengan prinsip pembayaran tagihan kepada negara sesuai Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana pembayaran dapat dilakukan setelah barang dan jasa diterima. Dalam prakteknya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 62 tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, proses pencatatan kontrak akan dilakukan pada SAKTI yang menjadi aplikasi pelaksanaan APBN, untuk selanjutnya didaftarkan secara elektronik ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah. Kontrak yang telah didaftarkan ini menjadi patokan akan dibayarkan nya tahapan/termin dari kontrak konstruksi. Namun, data kontrak yang didaftarkan ini seringkali tidak mengikuti tahapan pembayaran sesuai PERMEN-PU nomor 22/PRT/M/2018. Adapun maksimal pembayaran di tiap tahapan/termin untuk tiap kontrak konstruksi adalah

KONTRAK PERENCANAAN

  1. Maksimal sebesar 80% dari nilai kontrak, dengan output berupa Berita Acara Serah Terima (BAST) Dokumen Perencanaan
  2. Maksimal sebesar 5% dari nilai kontrak, dengan output berupa Berita Acara Lelang Kontrak Fisik Konstruksi
  3. Maksimal sebesar 15% dari nilai kontrak, dibayar setelah kontrak fisik selesai/ ditandai dengan ditandatanganinya BAST Fisik Konstruksi (Provisional Hand Over/ PHO) secara lengkap oleh PPK dan Pihak ketiga

KONTRAK FISIK KONSTRUKSI

  1. Maksimal sebesar 95% dari nilai kontrak setelah fisik konstruksi selesai, ditandai dengan ditandatanganinya BAST Fisik Konstruksi (Provisional Hand Over/ PHO) secara lengkap oleh PPK dan Pihak ketiga
  2. Maksimal sebesar 5% dari nilai kontrak setelah masa pemeliharaan / retensi selesai ditandai dengan ditandatanganinya BAST Pemeliharaan / Retensi (Final Hand Over/FHO) Konstruksi secara lengkap oleh PPK dan Pihak ketiga

KONTRAK PENGAWASAN

  1. Maksimal sebesar 90% dari nilai kontrak setelah fisik konstruksi selesai, ditandai dengan ditandatanganinya BAST Fisik Konstruksi (Provisional Hand Over/ PHO) secara lengkap oleh PPK dan Pihak ketiga
  2. Maksimal sebesar 10% dari nilai kontrak setelah masa pemeliharaan / retensi selesai ditandai dengan ditandatanganinya BAST Pemeliharaan / Retensi (Final Hand Over/FHO) Konstruksi secara lengkap oleh PPK dan Pihak ketiga

Ketiga jenis kontrak di atas beserta masing-masing nilai maksimal pencairan untuk tiap-tiap tahapan dalam kontrak selanjutnya menjadi patokan untuk penyusunan kontrak itu sendiri sekaligus pedoman untuk besaran nilai yang akan didaftarkan ke KPPN melalui aplikasi SAKTI. Kesalahan dalam pencantuman data kontrak tersebut akan mengakibatkan kontrak terlambat didaftarkan dan berpotensi untuk mengganggu jalannya pembayaran tagihan ke pihak ketiga, yang pada akhirnya akan membuat nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) satuan kerja (satker) tidak maksimal. Untuk hal ini, person in charge nya adalah PPK Satker, yang berwenang dalam membuat perikatan, sesuai PMK 62 tahun 2023. Kesalahan penghitungan besaran termin pada kontrak konstruksi yang dilakukan oleh PPK bukan hal yang lumrah karena sejatinya seorang PPK seharusnya memiliki pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni atas pengadaan barang dan jasa pemerintah mengingat PPK wajib memiliki sertifikasi kompetensi akan hal tersebut (Sertifikat Pengadaan Barang dan Jasa).

Dan, akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam prakteknya, PPK dituntut untuk dapat lebih mengasah kompetensi nya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, terlebih untuk perikatan berupa konstruksi. Pelaksanaan dan pembayaran Kontrak konstruksi yang sesuai dengan peraturan akan menjamin pengadaan aset negara lebih efektif dari sisi pembayaran tagihan ke negara, maksimalnya nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA), serta pertanggungjawaban keuangan negara yang akuntabel.

Desain kaca depan kompres   Desain kaca depan